Pidato Kenegaraan Bukti Presiden Prabowo Subianto Komit Wujudkan Janji dan Program

Pidato Kenegaraan Bukti Presiden Prabowo Subianto Komit Wujudkan Janji dan Program

Oleh: Prof. Dr. Harris Arthur Hedar, SH., MH. CREL

JAKARTA - Pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD, Jumat 15 Agustus 2025, menjadi bukti nyata bahwa Presiden benar-benar komitmen untuk mewujudkan janji serta program yang telah beliau sampaikan kepada rakyat.

Pidato itu bukan sekadar laporan tahunan, melainkan sebuah deklarasi politik kenegaraan yang tegas, realistis, sekaligus berorientasi pada rakyat. Ia menghadirkan narasi yang membangkitkan harapan, sebab di dalamnya tersirat kejujuran, keberanian, dan keberpihakan kepada kesejahteraan rakyat.

Pertama: Kejujuran Mengakui Masalah

Prabowo membuka pidatonya dengan sikap yang jarang dimiliki seorang pemimpin: kejujuran. Ia secara terbuka mengakui persoalan besar bangsa, mulai dari korupsi yang masih masif hingga kebocoran kekayaan negara—yang beliau istilahkan sebagai “net outflow of national wealth”. Bahkan, Presiden tidak menutup-nutupi risiko bahwa hal ini berpotensi menyeret Indonesia menuju krisis serius jika tidak segera ditangani.

Alih-alih melemahkan optimisme, pengakuan ini justru memperkuat kepercayaan publik. Sebab ketika seorang pemimpin berani menyebutkan kelemahan, itu adalah tanda tekad kuat untuk memperbaikinya. Transparansi ini menjadi fondasi yang sangat penting untuk membangun legitimasi kepemimpinan.

Pilar Kedua: Keberanian Mengambil Tindakan

Dalam 299 hari pemerintahannya, Presiden tidak hanya berhenti pada pengakuan masalah. Pidatonya juga menyingkap serangkaian langkah nyata yang telah ditempuh. Salah satunya penyelamatan potensi kebocoran APBN senilai Rp300 triliun, yang kemudian dialihkan untuk program-program produktif dan pro-rakyat.

Tak kalah penting, Presiden juga menegaskan sikap tegas terhadap praktik “serakahnomics”—yakni para pelaku usaha besar yang menimbun bahan pangan. Dengan berlandaskan Pasal 33 UUD 1945, negara hadir untuk menertibkan penyimpangan ekonomi demi melindungi kepentingan rakyat.

Pilar Ketiga: Fokus pada Kesejahteraan Rakyat

Yang paling mengesankan, pidato kenegaraan kali ini menunjukkan bahwa kesejahteraan rakyat ditempatkan sebagai prioritas utama.

Ketahanan Pangan: Pemerintah berhasil mencetak surplus beras dan menaikkan harga beli gabah menjadi Rp6.500/kg. Petani tidak hanya mendapat pengakuan, tetapi juga penghasilan yang lebih layak.

Kesehatan & Gizi: Program “Makan Bergizi Gratis” kini menjangkau 20 juta anak sekolah, balita, ibu hamil, dan menyusui. Program ini bukan sekadar intervensi sosial, tetapi investasi jangka panjang untuk kualitas sumber daya manusia. Bahkan, ia turut menciptakan 290 ribu lapangan kerja baru.

Pendidikan & Sosial: Pembangunan 100 Sekolah Rakyat bagi anak-anak kurang mampu, peningkatan kesejahteraan guru ASN maupun non-ASN, serta renovasi rumah tidak layak huni menegaskan tekad Presiden memutus rantai kemiskinan.

Persatuan dan Harapan

Pidato tersebut ditutup dengan ajakan kuat untuk menjaga persatuan nasional. Presiden menekankan gotong royong sebagai modal utama bangsa menuju cita-cita Indonesia merdeka, berdaulat, adil, dan makmur.

Memang, semua membutuhkan waktu. Namun, dari apa yang telah dicapai kurang dari setahun, jelas terlihat bahwa janji Presiden Prabowo bukanlah janji kosong. Ada arah, ada langkah, ada bukti nyata.

Pidato ini memberi pesan sederhana namun kuat: masa depan Indonesia ada dalam jangkauan, asalkan seluruh komponen bangsa bersatu dan bekerja bersama.

Dirgahayu Republik Indonesia ke-80!

Harris Arthur Hedar

1. Guru Besar Universitas Negeri Makassar (UNM)

2. Wakil Rektor Universitas Jayabaya

3. Ketua Dewan Pembina Serikat Media Siber Indonesia (SMSI)

4. Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI)

5. Ketua Umum Ikatan Alumni Doktor Ilmu Hukum (IADIH) Universitas Jayabaya.***

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index