Jalan Swadaya Warga Jadi Jalur Industri, Tokoh Sungai Sembilan Tuntut Kejelasan dan Tanggung Jawab PT SDO

Jalan Swadaya Warga Jadi Jalur Industri, Tokoh Sungai Sembilan Tuntut Kejelasan dan Tanggung Jawab PT SDO

DUMAI – Tokoh pelaku sejarah bersama para tokoh masyarakat dari Tujuh Suku Sungai Sembilan kembali mendesak Pemerintah Kota (Pemko) Dumai untuk bersikap tegas dan transparan terkait status Jalan PU Lama dan Jalan Leban Putih, yang kini digunakan secara rutin oleh sejumlah perusahaan industri untuk aktivitas operasionalnya.

Desakan ini menguat setelah digelarnya pertemuan antara para tokoh pelaku sejarah, masyarakat Tujuh Suku, dan pihak perusahaan PT. Sari Dumai Oleo (SDO) di Kantor Camat Sungai Sembilan, Jumat (22/10/2025) lalu.

Pertemuan tersebut turut dihadiri Camat Sungai Sembilan, Sekcam, staf kecamatan, serta perwakilan perusahaan PT. Sari Dumai Oleo (SDO)

Dalam pertemuan itu, tokoh pelaku sejarah mempertanyakan langsung kepada pihak PT. Sari Dumai Oleo terkait status dan dasar penggunaan Jalan Leban Putih, yang sejak beberapa tahun terakhir dimanfaatkan sebagai jalur utama mobilisasi kendaraan industri berat.

Menjawab pertanyaan tersebut, perwakilan PT. Sari Dumai Oleo menyampaikan bahwa mereka tidak pernah membeli, mengganti rugi, maupun memiliki surat kesepakatan resmi dengan para tokoh pelaku sejarah atau masyarakat terkait pemanfaatan jalan tersebut.

Pihak perusahaan juga mengakui bahwa pembangunan dan penggunaan jalan dilakukan semata untuk kepentingan operasional, tanpa dasar perjanjian atau izin tertulis dari masyarakat setempat.

Pernyataan itu menimbulkan kekecewaan mendalam dari para tokoh pelaku sejarah dan masyarakat, mengingat jalan tersebut dibangun secara swadaya dan gotong royong oleh masyarakat sejak tahun 1981–1984, ketika wilayah Sungai Sembilan masih berada di bawah administrasi Kabupaten Bengkalis.

Awalnya, jalan itu diperuntukkan sebagai akses warga mengangkut hasil kebun dan pertanian, bukan untuk kendaraan berat industri.

Kini, jalan yang menjadi saksi sejarah perjuangan masyarakat tersebut berubah fungsi menjadi jalur industri, tanpa adanya kompensasi, tanggung jawab sosial (CSR), maupun perbaikan yang layak bagi warga sekitar.

Desakan untuk Pemko Dumai dan PT. Sari Dumai Oleo

Saudara Marjohan, tokoh pelaku sejarah sekaligus perwakilan masyarakat Tujuh Suku Sungai Sembilan, dengan tegas meminta Pemko Dumai untuk turun tangan langsung dan mengambil sikap tegas terhadap situasi ini.

“Kami minta Wali Kota Dumai hadir langsung di lapangan. Jalan ini dibangun oleh masyarakat, bukan untuk kepentingan industri. Kalau perusahaan mau pakai, mereka harus punya itikad baik memperbaiki jalan, menjaga lingkungan, dan menyalurkan CSR yang nyata untuk warga sekitar,” tegas Marjohan.

Ia menambahkan, masyarakat tidak menolak investasi, tetapi perusahaan wajib menghormati kearifan lokal dan tanggung jawab sosial sebagaimana diatur dalam dokumen AMDAL dan prinsip pembangunan berkelanjutan.

“Kami mendukung investasi yang memberi manfaat bagi daerah. Tapi jangan hanya memikirkan laba. CSR itu bukan formalitas itu tanggung jawab moral dan sosial. Bentuknya bisa perbaikan jalan, bantuan pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi warga, hingga penghijauan lingkungan. Itu baru perusahaan yang beretika,” ujarnya menegaskan.

Masyarakat berharap Pemerintah Kota Dumai segera memfasilitasi pertemuan resmi dan terbuka antara pihak PT. Sari Dumai Oleo, tokoh pelaku sejarah, dan perwakilan Tujuh Suku Sungai Sembilan untuk membahas Status hukum dan perjanjian pemanfaatan jalan, Rencana perbaikan dan pemeliharaan infrastruktur jalan, serta pelaksanaan program CSR yang transparan, berkeadilan, dan berdampak langsung bagi masyarakat lokal.***

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index