DUMAI - Aktivitas Galian C di Kota Dumai, tampaknya semakin leluasa pasca mengantongi izin pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).
Informasi terangkum, ada 5 perusahaan yakni PT Mitra Bandar Bertuah, CV Putra Juang Abadi, CV Bumi Tambang Gemilang, PT Primadona Ulirideafry dan terakhir PT Bento Jaya Persada, telah memiliki perizinan yang lengkap untuk operasi dengan ketentuan peraturan berlaku, yang dikeluarkan dari Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Riau.
Hasil investigasi Dewan Pimpinan Kota (DPK) Apresiasi Lingkungan & Hutan Indonesia (ALUN) Dumai, pemerintah masih kurang optimal dalam penarikan pajak daerah terhadap sektor tambang non logam seperti galian C. Bahkan dikabarkan dari 5 perusahaan Galian C di Kota Dumai ini, diduga ada 3 perusahaan tak membayarkan pajak daerah.
Fenomena aktivitas Galian C di Kota Dumai ini, sebelumnya kerap menjadi 'bulan - bulanan' pemberitaan media massa. Diketahui bahwa izin pertambangan MBLB, sebelumnya dikeluarkan kementerian di pusat dan baru dilimpahkan ke provinsi sejak tahun 2022.
"Informasi yang kami terima, ada beberapa pemilik izin Galian C di Kota Dumai ini tak membayarkan pajak MBLB ke pemerintah daerah. Dalam waktu dekat, kami akan menyurati Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) selaku instansi berwewang terkait pajak daerah Kota Dumai," kata Ketua DPK ALUN Dumai Edriwan, dalam siaran persnya, Jumat (7/2/2025).
Ditempat terpisah, Ketua DPW ALUN Provinsi Riau Ir Ferdinand, menambahkan bahwa pemerintah pusat telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dengan Daerah (UU HKPD).
Adapun dalam aturan tersebut, Ferdinan juga menyebutkan bahwa Pemerintah Kota Dumai sudah memiliki Perda tentang Pajak Daerah dan Perda tentang Retribusi Daerah dan juga sanksi.
"Sanksi atas ketidakpatuhan pembayaran Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) yakni berupa denda administratif, denda keterlambatan dan hingga sanksi pidana," ujar Ketua DPW ALUN Riau menjelaskan.
Dijelaskannya, sanksi administratif merupakan denda administratif berupa kenaikan sebesar 25% dari pokok pajak yang terutang. Selanjutnya, denda administratif berupa bunga sebesar 2% per bulan dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar.
Terkait sanksi keterlambatan, yakni denda berupa denda tambahan bunga dan denda sesuai peraturan yang berlaku. Terakhir, sanksi pidana yakni pemerintah dapat menjatuhkan sanksi pidana bagi pengemplang pajak yaitu para pemilik izin yang abai dalam menjalankan kewajiban.
"Kami berharap agar pemerintah daerah tegas dalam mengambil tindakan, apalagi ini terkait PAD (Pendapatan Asli Daerah). Mereka (pengusaha Galian C, red) itu telah meraup keuntungan dari kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan dimanfaatkan secara komersial," harapnya tampak tegas.
Terkait pajak MBLB yang notabene menjadi kewajiban pemilik izin Galian C ini di Kota Dumai ini, menggunakan dengan sistem self assessment.
"Artinya mereka memiliki wewenang menghitung sendiri besaran pajak terutang yang perlu dibayarkan. Jika benar hal ini diabaikan para pengusaha Galian C, kami minta Pemko Dumai untuk menutup operasi sementara sebelum pajak ini dibayarkan," tukas Ferdinan.
Hasil investigasi dan informasi terangkum DPK ALUN, besaran pajak MBLB ini berkisar ratusan juta perbulan dari salah satu pemilik izin Galian C di Kota Dumai. Terkait informasi ada 3 perusahaan pemilik Galian C di Dumai, tak pernah membayar pajak dan bahkan sejak beroperasi, Ferdinan tampak berang.
"Kami mendesak Pemko Dumai melalui Bapenda untuk menghitung ulang besaran pajak MBLB. Bagi pengusaha Galian C pengemplang pajak, jika perlu laporkan ke Dinas ESDM Provinsi Riau untuk dibekukan perizinannya," tegas Ferdinan.
Diketahui, Pajak MBLB terutang ini saat kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan dimanfaatkan secara komersial. Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar dapat dipidana kurungan paling lama 1 tahun.
Selanjutnya, tim investigasi DPK ALUN Dumai ini juga menemukan adanya dugaan lokasi Galian C ilegal dan penyalahgunaan izin. Kurangnya pengawasan dan wewenang instansi terkait seperti Dinas Lingkungkan Hidup di Kota Dumai, diduga menjadi indikator dikarenakan pengawasan ini berada dibawah naungan instansi pemerintah di Provinsi Riau.
Terakhir, salah satu pemilik Galian C di Kota Dumai, dari informasi terangkum diduga telah melakukan pegemplangan pajak hingga miliaran rupiah. Parahnya lagi, salah satu pengempalang pajak MBLB ini diduga petinggi lembaga adat di Kota Dumai.
"Kami mendesak agar pemerintah maupun aparat penegak hukum tak pandang bulu. Semua orang sama di hadapan hukum," pungkas Ferdinan.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Dumai Fahmi Rizal belum dapat dimintai keterangan. Dugaan kontak WhatsApp +62 853-6333-xxx milik calon kuat Sekdako Dumai ini sudah berganti nomor.***