Duplik PH Inong: Keputusan Majelis Hakim Harus Berdasarkan Fakta dan Hukum

Duplik PH Inong: Keputusan Majelis Hakim Harus Berdasarkan Fakta dan Hukum

DUMAI - Persidangan kasus dugaan pemalsuan surat tanah dengan nomor perkara 134/Pid.B/2025/PN Dum memasuki babak baru pada Kamis (31/07). Penasehat Hukum (PH) terdakwa Inong Fitria, Johanda Saputra, membacakan duplik atau tanggapan terhadap replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya telah dilontarkan pada sidang sebelumnya.

Dalam duplik yang dibacakan, PH menegaskan bahwa pembelaan yang disampaikan bukan sekadar upaya untuk membenarkan terdakwa, melainkan sebagai instrumen untuk mencari kebenaran materiil.

Johanda mengingatkan, “Jika pembelaan dianggap hanya sebagai asumsi, maka tidak bisa dibiarkan bahwa dakwaan dan tuntutan yang diajukan oleh JPU juga masih berupa dugaan yang harus dibuktikan di persidangan.”

Terkait dengan pernyataan JPU yang mengutip ahli hukum Dr. Wirjono Prodjodikoro, yang menyatakan bahwa rasa adil tidak harus tergantung pada perasaan terdakwa, PH merasa kutipan tersebut disalahpahami dan digunakan untuk menafikan hak dasar terdakwa untuk merasa tidak bersalah.

“Jika rasa keadilan hanya boleh dimiliki oleh JPU, maka biarlah sidang hanya digelar sepihak,” kata Johanda dalam persidangan.

Surat Kuasa dan Tindakan Terdakwa

Salah satu poin penting yang disorot dalam duplik adalah mengenai hubungan hukum antara terdakwa dan ahli waris yang tertuang dalam surat kuasa. JPU sebelumnya berargumen bahwa perbuatan terdakwa dilakukan sebelum surat kuasa diterbitkan, namun PH menegaskan bahwa tindakan terdakwa dilakukan atas dasar kehendak sah dari para ahli waris.

“Tidak ada bukti bahwa para ahli waris merasa keberatan terhadap tindakan terdakwa sebelum penerbitan surat kuasa,” ujar Johanda.

Masalah Niat Jahat dan Keuntungan

PH juga membantah asumsi JPU yang menyatakan bahwa terdakwa memiliki niat jahat karena menerima pembayaran sewa kios. PH mengingatkan bahwa terdakwa bertindak atas keyakinan bahwa ia bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa, yang surat kuasanya sah secara hukum. "Tindakan tersebut bukanlah tindakan yang dilakukan dengan niat buruk," lanjutnya.

Kontroversi Surat Penyerahan Tanah dan Fotocopy Surat

Salah satu isu penting dalam perkara ini adalah mengenai keaslian surat penyerahan tanah yang dianggap palsu oleh JPU. PH mengungkapkan bahwa surat tersebut telah diuji oleh lembaga grafologi independen dan dinyatakan memiliki kesesuaian tinggi dengan dokumen asli. Selain itu, PH mengkritik penggunaan fotocopy surat sebagai alat bukti utama dalam kasus pemalsuan, mengingat fotocopy hanya dilegalisasi oleh pejabat administratif, bukan oleh ahli forensik dokumen.

“Memang benar fotocopy dapat dianggap sah jika dilegalisasi oleh pejabat berwenang, namun dalam perkara ini, legalisasi tersebut tidak serta-merta menjamin keaslian substansi surat,” jelas Johanda.

Permohonan Pembebasan Terdakwa

Pada akhir pembacaan duplik, PH dengan tegas memohon kepada Majelis Hakim untuk membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan hukum.

“Kami percaya sepenuhnya bahwa Majelis Hakim yang terhormat akan mempertimbangkan perkara ini dengan arif, bijaksana, dan menjunjung tinggi asas keadilan yang sejati,” ujar Johanda, dengan harapan agar putusan yang diambil mencerminkan keadilan yang sesungguhnya.

Sidang akan dilanjutkan Jumat besok, dan keputusan Majelis Hakim akan sangat dinantikan oleh semua pihak yang terlibat dalam perkara ini.***

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index