DUMAI - Terkait adanya kegiatan reklamasi pantai Koneng di Kelurahan Teluk Makmur Kecamatan Medang Kampai, tampaknya merupakan kegiatan ilegal alias tak miliki dasar hukum atau ijin apapun.
Hal ini berdasar konfirmasi Jurnalis pada Dinas Kelautan dan Perikanan dan Kementerian.
"Itu reklamasi (pantai Koneng-red) belum ada ijin KKPR, atau Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang," ucap narasumber.
"Ijin reklamasi itu wajib..!! Hal ini harus di cek ke lapangan..!! Berdasar data update, di pantai Koneng belum ada pengajuan ijin reklamasi," penekanan petugas lain dari koordinator Satker bidang Pemetaan Kementerian Kelautan dan Perikanan, dikonfirmasi.
Berdasar pantauan Jurnalis akhir Agustus lalu, tampak pada ujung pantai Koneng, satu unit alat berat Ekskavator lakukan pengurugan laut dengan memindahkan tanah timbun yang telah dilangsir dump truk kapasitas 40 ton. Dari kegiatan tersebut, diduga si pelaku usaha pantai Koneng berniat memperpanjang dan memperlebar ujung daratan pantainya.
Beberapa unit dump truk kapasitas 40 ton berseliweran hilir mudik lansir material tanah timbun. Info lapangan didapat Jurnalis, bahwa aktivitas pengurugan laut atau reklamasi telah berlangsung sejak akhir puasa 2023 lalu.
Konfirmasi Jurnalis bagaimana koordinasi dan perijinan pihak Munir Koneng sebagai pemilik objek wisata sebelum memulai reklamasi, hingga berita tersaji kepada pembaca, belum ditanggapi.
Berita sebelumnya terkait Pantai Koneng bisa dilihat pada link:
https://wahanariau.com/news/detail/26118/diduga-reklamasi-pantai-koneng-tak-miliki-izin
https://nusaterkini.com/diduga-reklamasi-pantai-koneng-tak-miliki-izin/ https://sorotlensa.com/diduga-reklamasi-pantai-koneng-tak-miliki-izin/ https://penjurupos.com/diduga-reklamasi-pantai-koneng-tak-miliki-izin/Selain Pantai Koneng, temuan Jurnalis berupa adanya pembangunan tanggul di Jl Mat Taim RT 01 Kelurahan Teluk Makmur Kecamatan Medang diduga ilegal, juga mendapat tanggapan dari pihak berwenang. Kegiatan ilegal diakui pengawas pembangunan tanggul, Acin Cipto, berdasar pengakuannya pada Jurnalis.
Berita terkait pembangunan tanggul bisa di klik pada link:
Diduga Proyek Pembangunan Tanggul Tak Miliki Ijin KBLI https://penjurupos.com/diduga-proyek-pembangunan-tanggul-tak-miliki-ijin-kbli/ https://wahanariau.com/news/detail/26044/proyek-pembangunan-tanggul-di-medang-kampai-diduga-tak-miliki-izin-kbli
Diduga Proyek Pembangunan Tanggul Tak Miliki Ijin KBLI https://indoviral.id/diduga-proyek-pembangunan-tanggul-tak-miliki-ijin-kbli/
"Apapun kegiatan usaha, sekarang semuanya harus lewat sistem OSS," ujar narasumber.
Ijin KKPR merupakan salah satu persyaratan dasar dalam perizinan berusaha berbasis risiko. Termasuk kegiatan bisnis atau usaha. Berdasar Perppu No.6 Tahun 2023, KKPR adalah suatu dokumen yang memberikan pernyataan kesesuaian antara rencana aksi pemanfaatan ruang dengan Rencana Tata Ruang (RTR). Dalam hal ini, RTR adalah dokumen yang menunjukan mengenai rencana pembangunan tata ruang suatu daerah.
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KKP) Nomor 17/PERMEN-KP/2013, tanggal 5 Juli 2013, tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang dimaksud reklamasi adalah; kegiatan yang dilakukan oleh orang atau badan hukum dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan, ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
Berdasar Permen KKP tersebut, Bab II Pasal 2, dalam aktivitas reklamasi harus miliki ijin lokasi, ijin pelaksanaan reklamasi dan ijin sumber material reklamasi. Ijin diberikan Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Pada Pasal 3, ijin dikecualikan bagi Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul serta di wilayah perairan terminal khusus; lokasi pertambangan, minyak, gas bumi, dan panas bumi; dan kawasan hutan dalam rangka pemulihan dan/atau perbaikan hutan kawasan konservasi dan alur laut atau zona inti.
Petugas Polsus dari Kementerian saat di konfirmasi, berjanji akan turun ke lapangan lakukan cross check informasi yang disodorkan jurnalis. Begitu pula pengawas/penyidik PNS dari Dinas Provinsi Kelautan dan Perikanan Bidang Sumber Daya Kelautan, berkata akan turun ke Pantai Koneng dan lakukan checking dan jika terbukti reklamasi tak miliki ijin, maka kegiatan reklamasi akan dihentikan sampai Munir Koneng miliki semua perijinan. Menurutnya, sanksi denda dan pidana adalah jalan terakhir yang ditempuh pihaknya.
Selain ijin dari Kepala Daerah, menurut Peraturan Pemerintah No 5 Tahun 2021 tanggal 02 Februari 2021, Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko atau Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA) adalah perizinan berusaha yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan kegiatan usaha yang dinilai berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha. Dalam hal ini, seharusnya reklamasi Pantai Koneng harus mengurus ijin lewat OSS.
Selanjutnya, Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada Desember 2022, menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
UU No. 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-undang.
Pasal 73 ayat (1) huruf b, Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, berkata; reklamasi tanpa izin dan perusakan mangrove dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun, juga pidana denda paling sedikit 2 miliar rupiah.
Seorang aktivis lingkungan hidup, Ketua Dewan Pimpinan Kota (DPK) Apresiasi Lingkungan dan Hutan Indonesia (ALUN) Kota Dumai, Edriwan menanggapi isu reklamasi ilegal Pantai Koneng dan pembangunan tanggul ilegal berkata "Dalam pelaksanaannya, tentu reklamasi membawa dampak baik dari sisi positif maupun negatif. Dampak positif yang didapat khususnya adalah penambahan ruang yang dapat menggerakkan sektor ekonomi, sehingga bisa menambah pendapatan daerah. Reklamasi pun dapat mencegah erosi dan meningkatkan habitat di perairan jika dilihat dari pendekatan lingkungannya. Namun, selain dampak positif, dampak negatif juga dapat terjadi seperti pencemaran di laut, rusaknya ekosistem dan habitat laut, serta pencemaran udara dan akses ke pantai semakin terbatas. Hal ini tentu menjadi pertimbangan dalam melakukan kegiatan reklamasi".
"Tinggal keseriusan dan ketegasan pemangku kepentingan dalam menerapkan aturan perundang-undangan, apakah pura-pura tak tahu dan tutup mata atau bertindak tegas terhadap isu reklamasi dan pembangunan tanggul. Apalagi dalam aturannya ada sanksi berupa denda Rp 2 miliar dan pidana minimal 2 tahun bagi pelanggar ketentuan tersebut. Keseriusan dan ketegasan KKP dan Dinas Provinsi sedang diuji..!!," tegas Edriwan.(red)***