TULUNGAGUNG - Seorang Wali Murid Sekolah Menengah Atas (SMA) di Tulungagung keluhkan biaya sekolah yang mahal.
Tepatnya di SMA Negeri 1 Kedungwaru, Tulungagung, mahalnya biaya pembelian seragam dan atribut siswa baru di sekolah dan Pembelian terkesan diwajibkan.
Salah seorang wali murid berinisial NE mengatakan untuk memenuhi kebutuhan seragam dan atribut anaknya yang menginjak kelas X, ia harus merogoh kocek Rp 2.360.000.
"Kalau melihat harganya saya rasa cukup mahal, itu belinya di (koperasi) sekolah," kata NE, dikutip dari detik.com, Jumat (21/7/2023).
Menurutnya uang Rp 2,36 juta digunakan untuk membeli 10 jenis kain seragam dan atribut, dengan rincian, 1 stel kain seragam abu-abu putih Rp 359.400, 1 stel kain seragam pramuka Rp 315.850.
1 stel kain seragam batik Rp 383.200, 1 stel kain seragam khas Rp 440.550, jas almamater Rp 185.000, kaus olahraga Rp 130.000, ikat pinggang Rp 36.000, tas sekolah Rp 210.000, atribut Rp 140.000 dan jilbab Rp 160.000.
"Untuk seragam itu masih dalam bentuk kain lho, kalau yang sudah jadi cuma seragam olahraga. Jadi kami harus ada biaya tambahan lagi untuk menjahitkan," ujarnya.
Pembelian kain seragam di sekolah tersebut terkesan diwajibkan, karena jika membeli di luar, pihak sekolah mengkhawatirkan akan memiliki warna yang berbeda.
"Anak saya dibilangi sama gurunya, kalau beli di luar nanti warnanya beda. Jadi anak-anak takut, apalagi siswa baru," ujarnya.
NE mengaku harga kain seragam tersebut dinilai cukup memberatkan, karena lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga di pasaran.
Bahkan dibandingkan dengan sekolah lain pun harganya tetap lebih tinggi.
"Kemarin itu akhirnya saya upayakan untuk melunasi, ya namanya demi anak. Tapi kalau bisa mbok jangan mahal-mahal," imbuhnya.
Sementara itu Humas SMAN 1 Kedungwaru Agung Cahyadi belum merespons saat dihubungi detikjatim melalui sambungan telepon.
Dikonfirmasi terpisah Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak mengatakan pihak sekolah dilarang mewajibkan murid untuk membeli seragam di sekolah.
Ia menegaskan para siswa diberikan keleluasaan untuk membeli seragam di luar sekolah
"Gak boleh mewajibkan," kata Emil singkat.
Pihaknya mengaku langsung menindaklanjuti keluhan wali murid tersebut dengan menghubungi Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.
"Sudah saya teruskan infonya ke Kadisdik untuk ditindaklanjuti segera," ujarnya.
Emil juga mewanti-wanti seluruh SMA/SMK negeri di Jawa Timur agar tidak memaksa wali murid membayar sumbangan. Sekolah tidak boleh mendiskriminasi siswa yang tidak memberikan sumbangan ke sekolah.
"Kalau ada sumbangan yang terkesan dipaksakan termasuk perlakuan diskriminatif seperti pembedaan tertentu dalam apa yang sudah menjadi hak,"
"Misal urutan kartu ujian dan lain-lain bagi yang tidak menyumbang, serta jika ada kewajiban membeli seragam di tempat tertentu, mohon dilaporkan ke kami," imbuhnya.***